Dalam sejarah panjang Kekristenan, perjalanan iman umat beriman telah membawa mereka pada berbagai perbedaan dalam ekspresi dan struktur gerejawi. Katolik, dengan kepemimpinan terpusat pada Tahta Suci Vatikan di bawah Sri Paus, dan berbagai denominasi Kristen lainnya yang memiliki sistem kepemimpinan yang lebih beragam, tampak memiliki jalan yang berbeda. Namun, di atas semua perbedaan itu, satu hal tetap menyatukan seluruh umat Kristen: Yesus Kristus sebagai Gembala Agung.
Sejak awal berdirinya, Gereja telah mengalami perkembangan yang luar biasa. Para Rasul, yang diutus oleh Kristus sendiri, membawa Injil ke berbagai penjuru dunia. Dalam perkembangannya, terjadi perbedaan dalam hal tradisi, doktrin, dan tata kelola gereja. Gereja Katolik, yang memiliki struktur hierarkis yang jelas, menempatkan Sri Paus sebagai penerus Rasul Petrus, sementara denominasi Kristen lainnya mengembangkan model kepemimpinan yang lebih terdesentralisasi. Meski demikian, semua umat percaya pada satu inti iman yang sama: Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juru Selamat
Perbedaan dalam struktur dan tata ibadah sering kali menjadi sumber perdebatan, bahkan dalam beberapa periode sejarah, terjadi ketegangan antara berbagai kelompok dalam Kekristenan. Namun, jika menilik lebih dalam, semua denominasi Kristen tetap berpegang pada fondasi yang sama: Injil Yesus Kristus. Kitab Suci menjadi pedoman utama bagi semua umat Kristen, dan ajaran kasih yang diajarkan oleh Kristus tetap menjadi roh dari setiap ajaran gereja. Kasih adalah pengikat yang lebih kuat daripada perbedaan-perbedaan lahiriah yang ada.
Di dalam Kekristenan, Yesus Kristus mengajarkan bahwa semua umat-Nya adalah satu kawanan, dan Ia adalah Gembala yang baik. Dalam Yohanes 10:16, Yesus berkata, "Ada lagi pada-Ku domba-domba lain, yang bukan dari kandang ini; domba-domba itu harus Kutuntun juga dan mereka akan mendengarkan suara-Ku dan mereka akan menjadi satu kawanan dengan satu gembala." Ayat ini menunjukkan bahwa walaupun ada banyak bentuk ekspresi iman dalam Kekristenan, Kristus tetap menjadi pusatnya. Dialah yang menyatukan semua orang percaya dalam kasih dan kebenaran.
Sejarah mencatat berbagai perpecahan dalam Kekristenan, mulai dari perpecahan besar antara Gereja Barat dan Gereja Timur pada tahun 1054 hingga reformasi Protestan pada abad ke- 16. Meskipun perbedaan ini membawa tantangan besar, ada banyak upaya rekonsiliasi yang telah dilakukan. Konsili Vatikan II, misalnya, menjadi tonggak penting dalam membuka pintu dialog ekumenis antara Gereja Katolik dan denominasi Kristen lainnya. Melalui berbagai inisiatif ini, semangat persatuan mulai dibangun kembali, menegaskan bahwa perbedaan teologis tidak boleh menghalangi kasih persaudaraan dalam Kristus.
Lebih dari sekadar aspek teologis, persatuan dalam Kristus juga nyata dalam kehidupan sehari-hari umat Kristen. Dalam banyak kesempatan, umat Katolik dan denominasi Kristen lainnya bergandengan tangan dalam karya sosial, pelayanan kepada kaum miskin, pendidikan, dan berbagai bentuk aksi kemanusiaan. Nilai kasih dan pelayanan, yang merupakan inti dari ajaran Kristus, menjadi bukti nyata bahwa kesatuan itu bukan hanya sekadar teori, tetapi juga praktik yang dapat dilihat dan dirasakan.
Salah satu contoh nyata kerja sama ini adalah bantuan kemanusiaan yang diberikan oleh berbagai gereja dalam menangani bencana alam dan krisis kemanusiaan. Organisasi-organisasi Katolik, Protestan, dan Ortodoks sering kali bekerja bersama dalam menyediakan makanan, perlindungan, dan pendidikan bagi mereka yang membutuhkan. Ini menunjukkan bahwa dalam tindakan nyata, persatuan lebih penting daripada perbedaan doktrinal yang ada.
Selain itu, dalam perayaan-perayaan besar Kekristenan, seperti Natal dan Paskah, terlihat bagaimana semangat persatuan tetap hidup di antara umat Kristen. Perayaan ini bukan hanya menjadi momen peringatan akan karya keselamatan Kristus, tetapi juga kesempatan untuk merayakan kesatuan dalam iman. Di berbagai belahan dunia, umat Katolik dan denominasi Kristen lainnya bersama-sama merayakan kebangkitan Kristus, memperbaharui iman mereka, dan meneguhkan kembali panggilan untuk menjadi terang bagi dunia.
Kesadaran akan kesatuan ini harus terus dipupuk dalam hati setiap umat Kristen. Daripada menonjolkan perbedaan, lebih baik membangun jembatan persaudaraan. Daripada mencari-cari kesalahan satu sama lain, lebih baik mencari cara untuk saling melengkapi dalam misi bersama sebagai murid Kristus. Dalam 1 Korintus 1:10, Rasul Paulus mengingatkan, "Tetapi aku menasihatkan kamu, saudara-saudara, demi nama Tuhan kita Yesus Kristus, supaya kamu seia sekata dan jangan ada perpecahan di antara kamu, tetapi sebaliknya supaya kamu erat bersatu dan sehati sepikir."
Sikap saling memahami dan menghargai menjadi kunci dalam membangun persatuan ini. Umat Kristen dari berbagai tradisi diajak untuk tidak melihat perbedaan sebagai ancaman, tetapi sebagai kekayaan yang memperkaya perjalanan iman. Kristus sendiri tidak mengajarkan umat- Nya untuk saling menjauhi hanya karena perbedaan, tetapi justru untuk saling mengasihi dan bersatu dalam kehendak-Nya. Persatuan bukanlah sebuah konsep yang dipaksakan, tetapi sebuah panggilan untuk menghidupi kasih secara nyata.
Di era digital ini, tantangan baru muncul dalam bentuk misinformasi dan kesalahpahaman yang sering kali diperburuk oleh media sosial. Banyak umat yang tanpa sadar terjebak dalam narasi yang memperuncing perbedaan di antara Katolik dan denominasi Kristen lainnya. Oleh karena itu, pendidikan iman yang benar menjadi sangat penting. Pemimpin gereja dan umat awam harus mengambil peran aktif dalam menyebarkan pemahaman yang benar mengenai iman Kristen dan membangun komunikasi yang lebih baik antar denominasi.
Kesatuan dalam Kristus juga memiliki dampak yang besar bagi dunia. Dalam dunia yang semakin terpecah oleh konflik, kebencian, dan perpecahan sosial, persatuan umat Kristen dapat menjadi kesaksian yang kuat tentang kasih dan perdamaian yang diajarkan oleh Yesus. Ketika umat Kristen bersatu dalam doa, tindakan kasih, dan kesaksian iman, mereka dapat menjadi terang bagi dunia yang membutuhkan harapan dan keadilan.
Kehidupan iman adalah perjalanan yang terus berkembang. Setiap umat Kristen, baik yang berasal dari Gereja Katolik maupun dari berbagai denominasi Kristen lainnya, dipanggil untuk semakin mendekat kepada Kristus dan semakin menghidupi ajaran-Nya. Persatuan bukan berarti menghilangkan identitas atau keunikan masing-masing tradisi, tetapi justru merayakan keberagaman yang ada dalam kerangka kasih Kristus. Justru dalam perbedaan itu, umat beriman dapat semakin memahami kekayaan spiritual yang Tuhan anugerahkan kepada Gereja-Nya. Pada akhirnya, kesatuan dalam Kristus bukanlah suatu tujuan yang tidak mungkin tercapai. Kesatuan ini bukan tentang keseragaman dalam segala hal, tetapi tentang kesetiaan kepada satu Tuhan yang sama. Yesus Kristus, sebagai Gembala Agung, tetap menjadi pusat iman dan kehidupan bagi setiap orang yang percaya kepada-Nya. Dengan menatap kepada-Nya, setiap umat Kristen dapat menemukan persaudaraan sejati yang melampaui batas denominasi dan tradisi.
Semoga semangat persatuan dalam keberagaman ini semakin tumbuh dalam hati setiap umat Kristen, agar dunia dapat melihat bahwa kita adalah satu dalam Kristus, satu dalam kasih, dan satu dalam misi keselamatan yang Ia anugerahkan kepada kita semua.

Pegiat di Komisi Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan (KPKC) Kevikepan Semarang